ACADEMICS.web.id – Begini… kita awali dengan pemahaman sederhana dulu. Disiplin itu bukan teori. Ia tidak bisa hanya ditulis di buku tata tertib sekolah, ditempel di dinding kelas, atau diumumkan di setiap upacara bendera lalu selesai. Disiplin juga bukan sesuatu yang tiba-tiba lahir dengan sendirinya dalam diri seseorang tanpa latihan. Sama seperti keterampilan lain, disiplin adalah hasil dari kebiasaan. Dan kebiasaan itu harus ditanamkan, dibentuk, lalu dilatih secara konsisten. Sama seperti otot, kalau tidak dilatih ya lemah.
Kalau ada yang berpikir bahwa disiplin cukup diajarkan lewat kata-kata mutiara, nasihat, ceramah, atau dengan tempelan slogan-slogan di dinding sekolah, maka logikanya sama saja dengan berharap seseorang bisa berenang hanya dengan membaca buku renang. Tidak mungkin kelleesss… Kalau You mau bisa renang maka you harus nekat nyemplung, merasakan air, belajar menahan nafas, dan berlatih menggerakkan tangan-kaki di dalam air. Kalau you mau bisa main gitar maka you harus pegang itu gitar, bahkan rasakan sakit dan perihnya ujung-ujung jari, memaksakan jari membentuk formasi chord-nya, ulangi terus berkali-kali. Begitu juga dengan disiplin: ia butuh latihan nyata, bukan sekadar kata-kata, bahkan terkadang sampai meneteskan air mata. Biasakan dan praktikkan. Berulang-ulang dan berulang-ulang.
Nah, di sinilah peran sekolah menjadi penting. Karena sekolah bukan hanya tempat anak belajar matematika, sains, atau bahasa. Lebih dari itu, sekolah adalah tempat pembentukan moral/prilaku (sori… saya tidak menyebutnya dengan terma ‘karakter’). Dan salah satu moral/prilaku paling dasar yang harus ditanamkan sejak dini adalah disiplin.
Caranya? Jangan berpikir muluk-muluk dulu deh. Disiplin bukan berarti anak harus langsung mampu mengatur hidupnya dengan sistem manajemen waktu super rapi seperti CEO perusahaan besar. Tidak. Disiplin dimulai dari hal-hal yang paling sederhana: merapikan rambut sebelum masuk kelas, memotong kuku secara rutin, memakai seragam dengan benar, menjaga kebersihan meja belajar, hingga masuk kelas tepat waktu. Lama-lama terbentuk pola hidup yang tertanam dalam dirinya. Dari kebiasaan kecil itulah lahir karakter besar. Orang yang terbiasa rapi sejak kecil, besar kemungkinan akan rapi dalam mengatur pekerjaan dan kehidupannya. Orang yang terbiasa taat aturan kecil, akan lebih mudah menghargai aturan yang lebih besar dalam masyarakat.
Oleh karena itu, disiplin, kalau ditarik lebih jauh, adalah fondasi dari tanggung jawab. Orang yang disiplin berarti mampu menahan diri, mampu konsisten, dan mampu menghargai waktu maupun aturan. Inilah bekal penting untuk menghadapi kehidupan dewasa. Sebaliknya, orang yang sejak kecil tidak terbiasa disiplin, seringkali tumbuh menjadi pribadi yang sulit menepati janji, seenaknya melanggar aturan, dan abai terhadap tanggung jawab.
Perlu kita ingat, moral/prilaku tidak pernah lahir instan. Ia hasil dari pembiasaan. Kalau anak-anak kita sejak kecil sudah dibiasakan disiplin, maka sikap itu akan melekat sampai dewasa. Sama halnya dengan orang yang sejak kecil terbiasa bangun jam 4 subuh, kebiasaan itu biasanya terbawa sampai tua. Sebaliknya, kalau sejak kecil dibiarkan hidup serba seenaknya, jangan kaget kalau dewasa nanti jadi pribadi yang sulit diatur.
Jadi, disiplin itu penting diajarkan di sekolah karena ia bukan sekadar teori, melainkan kebiasaan hidup. Dan sekali lagi, kebiasaan itu harus dilatih, diasah, serta ditanamkan lewat hal-hal sederhana yang dilakukan setiap hari. Dari kebiasaan kecil itu lahirlah pribadi yang kuat, tangguh, dan siap menghadapi tantangan hidup.
Karena itu, kalau ada yang bertanya: kenapa sih sekolah ribet banget mengatur soal rambut, kuku, atau seragam? Jawabannya sederhana: karena dari yang kecil itulah tumbuh kepribadian besar.
Btw… kagak kebayang kalau di sekolah aturan-aturan kecil itu diabaikan. Bisa-bisa siswa datang ke sekolah pakai sendal jepit, rambut acak-acakan, kucu panjang kayak cakar Wolverine…. Apa kata dunia?!?!
Sofiandi, Lc., MHI., Ph.D adalah Research Fellow di Fath Institute for Islamic Research, di IRDAK Institute of Singapore, di Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS), Anggota ICMI Prov. Kepri, Sekretaris Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Prov. Kepri, Guru PAI Bakti Mulya 400, dan juga aktif menulis mengenai isu-isu pendidikan selain politik, sosial, dan ekonomi.