ACADEMICS.web.id – Kelahiran sebuah peradaban dan perkembangannya kemudian sedikit banyak bersentuhan dengan proses yang dinamai dengan akulturasi dan asimilasi. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan bagi semua setiap kelahiran dan perkembangan sebuah peradaban yang merupakan konsekwensi dari sosialisasi kehidupan manusia.
Akulturasi dalam lahirnya peradaban :
Akulturasi adalah suatu proses di mana dua kelompok budaya yang berbeda secara intensif berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dalam konteks lahirnya suatu peradaban, sering terjadi pertukaran budaya antar kelompok yang saling berinteraksi, yang mungkin melibatkan adopsi unsur budaya suatu kelompok oleh kelompok lain.
Sejarah mengenal banyak peradaban yang muncul sebagai hasil interaksi antar kelompok budaya yang berbeda. Misalnya, peradaban Mesir kuno mengalami akulturasi dengan budaya Nubia, Mesopotamia, dan Yunani, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan peradaban Mesir.
Asimilasi dalam perkembangan peradaban:
Asimilasi adalah proses dimana individu atau kelompok yang berbeda latar belakang budaya mengadopsi sepenuhnya budaya kelompok mayoritas atau budaya dominan. Dalam perkembangan peradaban, asimilasi dapat terjadi ketika suatu kelompok minoritas mengadopsi sepenuhnya budaya mayoritas.
Contoh yang relevan adalah penyebaran agama atau ideologi tertentu yang mungkin mempengaruhi asimilasi budaya. Misalnya, penyebaran agama Islam di Nusantara dapat dianggap sebagai proses asimilasi budaya karena banyak aspek budaya dan agama di Nusantara yang sudah ada sebelumnya dipengaruhi oleh Islam.
Sosialisasi dan kehidupan manusia:
Sosialisasi adalah proses dimana individu mempelajari dan mengadopsi norma-norma, nilai-nilai, bahasa dan tradisi budaya masyarakat di mana mereka tumbuh. Proses ini sangat penting dalam lahir dan berkembangnya peradaban karena menyangkut transmisi pengetahuan, budaya dan tradisi dari generasi ke generasi.
Proses sosialisasi juga dapat mencakup akulturasi dan asimilasi. Ketika individu atau kelompok berinteraksi dengan masyarakat dengan budaya berbeda, mereka mungkin mengalami perubahan dalam cara mereka memandang dunia dan mengadopsi elemen budaya baru.
Dengan demikian, kelahiran dan perkembangan suatu peradaban seringkali melibatkan proses yang melibatkan akulturasi dan asimilasi, karena peradaban seringkali muncul dari interaksi budaya yang beragam. Proses sosialisasi juga berperan penting dalam transmisi pengetahuan, nilai-nilai dan tradisi budaya dari generasi ke generasi, yang pada gilirannya dapat melibatkan proses akulturasi dan asimilasi. Sejarah peradaban manusia adalah cermin dari keragaman budaya dan proses adaptasi yang terus berlanjut di dalamnya. Termasuk pada kelahiran dan perkembangan peradaban Islam di dunia.
Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang peradaban, maka tidak akan pernah lepas dengan istilah akulturasi dan asimilasi tersebut.
Proses akulturasi dan asimilasi dalam peradaban Islam diinisiasi dengan munculnya upaya dan gerakan penerjemahan karya-karya ilmiah yang telah dilahirkan di luar dunia Islam (orang non-Muslim). Penerjemahan ini dilakukan ke dalam bahasa Arab yang puncaknya terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah. Pemikiran yang ada dalam karya-karya tersebut memberikan pengaruh yang kuat terhadap para sarjana muslim.
Proses akulturasi dan asimilasi melalui gerakan penerjemahan ini begitu mencolok pada awal pertumbuhan peradaban Islam, yakni pada abad ke 8-10 masehi. Pada masa itu, hubungan intelektual dunia Islam dengan dunia sekitarnya terjalin begitu mesra, lancar dan akrab. Hal ini sejalan dengan dorongan internal ajaran Islam sendiri yang selalu supportif terhadap usaha menuntut ilmu dan mengejar ketertinggalan dari peradaban yang telah jauh lebih maju.
Oleh karena itu, warisan intelektual Yunani Kuno yang dihidupkan kembali oleh gerakan Islam ini sejatinya merupakan jasa besar dunia Islam dalam perjalanan perkembangan peradaban dunia secar keseluruhan hingga ke masa modern saat ini. Berawal dari penerjamahan ke dalam bahasa Arab, kemudian ke bahasa Latin dan dilanjutkan ke dalam bahasa Eropa di masa peralihan abad pertengahan (sekitar abad ke 13-14 masehi).
PROSES AWAL MULA GERAKAN PENERJEMAHAN
Sesungguhnya, penerjmeahan karya intelektual Yunani Kuno di kawasan negeri Arab telah jauh dilakukan sebelum munculnya agama Islam. Gerakan ini pada mulanya, diinisiasi oleh umat kristen Monofisit dan Nestorian. Baru setelah itu dilanjutkan secara masiv oleh umat Islam. Siapa itu Kristen Monofisit dan Nestorian?
Kristen Monofisit dan Kristen Nestorian adalah dua kelompok teologis dalam sejarah Kristen yang muncul pada abad ke-5 dan mempunyai pandangan berbeda mengenai hakikat Yesus Kristus.
Monofisit merupakan kelompok teologis yang meyakini bahwa Yesus Kristus hanya mempunyai satu hakikat, yaitu hakikat Tuhan. Mereka percaya bahwa aspek kemanusiaan Yesus terserap sepenuhnya dalam aspek ketuhanan-Nya, sehingga tidak ada dua kodrat yang terpisah dalam diri-Nya.
Kelompok ini muncul pertama kali sebagai reaksi terhadap Konsili Kalsedon pada tahun 451. Konsili ini mengeluarkan Dekrit Kalsedon yang menyatakan bahwa Yesus mempunyai dua kodrat, yaitu kodrat ketuhanan dan kodrat manusiawi dalam satu pribadi.
Nestorian, sering disebut Nestorianisme, adalah kelompok teologis yang mengikuti ajaran Nestorius, seorang uskup Konstantinopel pada abad kelima. Mereka mengajarkan bahwa Yesus memiliki dua pribadi yang berbeda, satu ilahi dan satu manusia. Menurut mereka, kedua kepribadian ini hidup berdampingan dalam satu tubuh Yesus.
Banyak orang menganggap ajaran Nestorian ini sebagai penolakan terhadap pengakuan bahwa Yesus adalah satu pribadi dengan dua kodrat dalam dirinya, sebagaimana diakui oleh Konsili Kalsedon.
Kembasli kepada gerakan yang dilanjutkan oleh umat Islam paska Monofisit dan Nestorian, maka m enurut De Lacy O’Leary, ada 2 wilayah penting yang terlibat dalam proses asimilasi budaya Yunani ke bangsa Arab, yakni Iskandariyah dan Suriah.
Yang harus dicatat disini adalah, yang dimaksud dengan peradaban Yunani Kuno disini bukan lah peradaban Yunani Athen, namun peradaban Yunani yang telah berkembang pesat di wilayah Iskandariyah (Mesir) yang yang disebut dengan Hellenisme. Istilah “Helenisme” berasal dari kata “Hellenes,” yang merupakan nama asli bagi orang Yunani. Peradban Hellenisme ini memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk menerapkan prinsip pemikiran filosofis dan keilmuan Yunani Athena.
Maka, semangat keilmuan ini yang tumbuh subur di wilayah Iskandariyah meliputi segala jenis keilmuan, mulai dari bidang kedokterran, astronomi, matematika maupun filsafat. Semua ini pada awalnya diterjemahkan ke dalam bahasa Suriah, tidak ke dalam bahasa Arab. Setelah beberapa waktu dan banyak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Syuriah, maka mulailah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab secara besar-besaran.
Pertanyaannya, kenapa harus terlebih dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Syuriah? Karena Syriah merupakan tempat bertemunya dua bangsa digdaya saat itu, yakni Roma dan Persia. Maka harus diakui bahwa Syuriah merupakan batu loncatan awal bagi penyebaran kebudayaan Yunani di dunia ini.
Kembali kepada umat Monofisit dan Nestorian tadi, di kalangan mereka, yang paling konsen terhadap penyebaran ilmu (baca: pendidikan) adalah kaum Nestorian. Mereka banyak membangun sekolah. Sekalipun tujuan utama sekolah mereka adalah penyebaran ajaran Injil, namun pengetahuan ilmiah juga dilakukan, terutama ilmu kedokteran. Karena minat yang banyak terhadap ilmu kedokteran, maka diajarkanlah ilmu kedokteran di sekolah keagamaan kristen tersebut. Namun, kedudukan ilmu kedokteran lebih rendah derajatnya di sekolah agama tersebut dibandingkan dengan ilmu pengobatan spiritual para pendeta.
Karena semakin banyak hasil terjemahan yang dilakukan ke dalam bahasa Syuriah, maka filsafat Yunani lambat laun mempengauhi pemikiran para teolog Kristiani terutama Nestorius, uskup Konstantinopel. Pemikiran Nestorius dianggap menyimpang oleh kaum konservatif dan ortodoks. Maka tahun 481, ajaran Nestorius dilarang oleh pihak gereja. Oleh karena itu, Nestorius dan para pengikutnya melarikan diri ke kota-kota lain yang diluar jangkauan gereja dan melanjutkan penyebaran ajaran Nestorius beserta ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Mereka juga menerjemahkan buku para filsuf Yunani Kuno dengan memberikan banyak catatan komentar di dalamnya.
Diantara buku yang diterjemahkan oleh kaum Nestorian ini adalah karyanya Porphyry. Porphyry, juga dikenal sebagai Porphyrius, adalah seorang filsuf, sarjana, dan penulis berpengaruh yang hidup pada abad ke-3 Masehi. Ia dikenal sebagai salah satu pemikir terkemuka Neoplatonisme dan merupakan murid Plotinus, filsuf Neoplatonik terkenal. Neoplatonisme adalah aliran filsafat yang dipengaruhi oleh ajaran Plato dan mengembangkan konsep tentang realitas, kosmos, dan hubungan antara dunia material dan dunia spiritual.
Salah satu buku Porphyry yang diterjemahkan oleh kaum Nestorian adalah yang berjudul ISAGOGE yang dalam bahasa Yunani artinya “pendahuluan” (yang dalam bahasa Arab dikenal dengan judul Al-Isaguji) yang merupakan sebuah pengantar singkat untuk pemahaman ajaran-ajaran Aristoteles mengenai logika. Karya ini memainkan peran penting dalam sejarah logika dan pendidikan pada masa itu.
Porphyry juga dikenal karena kritiknya terhadap agama-agama populer pada masanya, termasuk agama Kristen. Dia menulis kritik terhadap agama Kristen berjudul “Against the Christians” (Kritik terhadap Kekristenan), yang dianggap sebagai salah satu karya kritis paling awal terhadap agama Kristen.
Ada lagi buku lain yang diterjemahkan oleh Nestorian, yakni CATEGORIES yang diterjemahkan menjadi al-Qatiqhuriyas. Buku ini merupakan buku awal Aristoteles mengenai Logika dalam versi yang lebih mendalam. Di buku ini ia menerangkan 10 kategori yang sangat terkenal dalam filsafat yaitu substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, sikap, keadaan, kerja, dan menderita. Ada juga buku HERMENEUTICA karya Aristoteles lainnya y ang menerangkan seni dan ilmu tafsir.
PENERJEMAHAN KE BAHASA ARAB
- Awalnya, Setiap Islam menaklukkan sebuah negara asing, Islam tidak peduli terhadap budaya dan bahsanya. Maka pada awal-awal penyebaran Islam ke wilayah dunia sekitar, bahasa resmi negara adalah bahasa Yunani atau persia. Namun kemduain karena al-Quran berbahasa Arab maka konsen terhadap bahasa ini muncul dan itulah awal gerakan penerjemahan dari bahasa Syuriah ke bahasa Arab.
- Khalifah Marwan, dari Dinasti Umawiyah, misalnya, memerintahkan penerjemahan buku kedokteran karya Aaroon ke dalam bahasa Arab dari Bahasa Syuriah.
- Gerakan penerjemahan secara masif ke dalam bahasa Arab terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
- Ada 2 fase. Pertama, mulai pada awal berdirinya Dinasti Abbasiyah hingga masa khalifah al-Ma’mun (750 – 814 M). Karya Yunani banyak diterjemahkan oleh penerjemahnya orang Kristen, Yahudi dan muallaf.
- Fase kedua, pada eranya al-Ma’mun dan sesudahnya. Pada fase ini, kegiatan penerjemahan dipusatkan di akademi yang baru didirikan di Bagdad, yakni Baitul Hikmah.
- Pada tahun 765 M, Khalifah al-Mansur, penyuka filsafat, ilmu hukum dan astronomi, mendirikan kota Bagdad. Beliau memerintahkan penerjemahan banyak akrya filsafat dan sains Yunani dengan memberikan upah yang besar. Dan ini beretambah masif pada masa Khalifah Harun al-Rasyid (786-809).
- Banyak buku astronomi yang diterjemahkan pada masa Harun al-Rasyid. Justru buku astranomi ini berasal dari bahasa India Siddhanta, ke bahasa Arab menjadi Sindhind oleh Ibrahim al-Fazari yang memancing minat baru terhadap kajian astronomi. Baru kemudian Muhammad bin Musa al-Khawarizmi menggabungkan sistem astronomi Yunani dengan India dan mendapatkan tempat yang penting dalam khazanah keilmuah di dunia Islam.
- Dari sini, muncul astronom Islam terkemuka, mulai dari Abu Ma’shar yang diEropa terkenal dengan nama Abumazar. Lalu Muhammad bin Jabir bin Sinan al-Battani yang dikenal dengan nama Albategnius.
- Kemudian dalam bidang aritmatika dimana sistem angka india dirubah menjadi angka Arab denga menggunakan sisetm desimal (Inilah sejarah penemuan angka 0). Bilangan desimal adalah bilangan yang diekspresikan dalam sistem bilangan basis 10 (sepuluh). Bilangan desimal menggunakan digit 0 hingga 9 untuk menyatakan jumlah, dan setiap digit diwakili oleh posisi tertentu, yang menggambarkan besarnya nilai bilangan. Ini merupakan sebuah prestasi yang membanggakan yang digunakan hingga saat ini. Bahkan sejarahwan dunia mengakui hal tersebut denga mengatakan bahwa pada saat itu, masih menggunakan angka romawi yang tidak praktis yang justru mempeprsulit mamtematika dan hitungan lainnya.
- Tidak hanya kerajaan atau khalifah yang sibuk dalam gerakan penerjemahan ini. Bahakn pihak swasta pun ikut berpastisipasi. Katakanlah keluarga Bani Musa yang sangat kaya raya pada saat itu. Bani Musa menyumbangkan uang yang besar untuk gerakan penerjemahan karya Yunani Kuno ini. Dia mengutus beberapa orang untuk ke Bizantium membeli naskah Yunani dengan harga berapa saja dan mengupah para sarjana untuk menerjemahkannya. Bani Musa yang berjasa dalam upaya mendapatkan naskah Risalah Mengenai Atom dan Risalah Mengenai Kekekalan Dunia dan mengupahkan untuk proses penerjemahannya.
PENDIRIAN AKADEMI BAITUL HIKMAH
- Khalifah al-Ma’mun yang berjasa dalam pendirian Baitul Hikmah. Dia penganut Muktazilah. Dia seorang yang rasionalis yang ingin rakyatnya juga memiliki pandangan keagamaan yang sama dengan dirinya.
- Dia mendirikan Baitul Hikmah yang terdiri dari perpustakaan, obsevatorium, dan departemen penerjamahan. Departeman ini yang bekerja khusus menerjemahkan karya Yunani dan lainnya.
- Di Baitul hikmah, ada seorang sarjana yang sangat pandai. Bernama Qusta bin Luqa, seorang kristen syuriah. Dia tidak hanya menerjemahkan namun juga memperbaiki banyak terjemahan yang telah dilakukan sebelumnya.
Prepared by Sofiandi