ANTARA HUTANG DAN PINJAMAN: SEBUAH PEMBAHASAN FIQH

Materi Kuliah Fiqh Muamalah

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Hutang dalam istilah fiqh disebut dengan terma DAYN sedangkan pinjaman dalam istilah fiqh disebut dengan QARDH. Namun yang harus diperhatikankan disini adalah bahwa pinjaman yang masuk dalam terma qardh adalah pinjaman yang diberikan atas dasar belas kasihan kepada orang lain.

Sementara itu, dayn lebih luas cakupannya daripada qardh. Dayn mencakup seluruh yang berada dalam tanggungan seseorang, baik itu disebabkan oleh meminjam harta, membeli barang dengan cara tidak tunai, penggantian barang orang lain karena suatu sebab atau diyat (kompensasi harta yang diterima keluarga terbunuh) atas tindakan kriminal.

banner 336x280

Hukum qardh ditinjau dari sisi peminjam (debitur) mubah dan dari sisi pemberi pinjaman (kreditur) hukumnya sunat. Dalilnya adalah:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. ( Al Baqarah : 282 ).

Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup seluruh jenis hutang termasuk qardh (hutang pinjaman uang tunai).

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:

Abu Rafi meriwayatkan bahwa Rasulullah meminjam seekor unta dari salah seorang sahabat, kemudian unta zakat tiba di Madinah, maka beliau memerintahkan Abu Rafi untuk membayar unta yang dipinjam Nabi, lalu Abu Rafi kembali lagi ke nabi seraya berkata,” yang ada hanya unta yang bagus-bagus”, nabi bersabda,” berikaan unta bagus, karena orang yang baik adalah orang yang paling baik membayar hutang”.

Disini, para ulama sepakat bahwa boleh meminjam harta orang lain dengan syarat berniat untuk membayarnya/mengembalikannya.

Adapun dalil mengenai hukum memberikan pinjaman adalah firman Allah:

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak”.

(Al Baqarah: 245).

Allah menyebut amal shaleh sebagai pinjaman, karena hakekat orang yang beramal shaleh menginginkan imbalannya di hari akhirat, begitu juga halnya orang yang memberikan pinjaman mengharap gantinya.

Dan di dalam sebuah hadist yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim,  Nabi SAW bersabda:

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi, ia bersabda: “Siapa yang  melepaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, Allah melepaskan darinya suatu kesulitan di hari kiamat, siapa yang memudahkan orang yang dalam kesusahan, Allah memudahkan urusannya di dunia dan akhirat, dan siapa yang menutup `aib seorang muslim, Allah tutup `aibnya di dunia dan akhirat, dan Allah selalu menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya”.

Jika niat memberikan pinjaman untuk mencari keuntungan dunia, pinjaman tersebut juga hukumnya mubah, karena tidak bermaksud meringankan beban saudaranya seiman.

Namun, dalam hal hutang, Islam sangat menganjurkan kita untuk menghindari hutang selagi bisa. Batasan yang diberikan oleh Islam adalah seseorang boleh berhutang jika ia yakin bisa dan memang berniat mengembalikannya dan pada saat yang sama, dia membutuhkannya. Jika pada kondisi yang lapang dan tidak membutuhakn, Islam sama sekali tidak menganjurkan berhutang.

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dikatakan:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa nabi bersabda,” barangsiapa yang meminjam dan dia berniat untuk membayarnya niscaya Allah membayarkannya. Dan barang siapa yang meminjam dan dia tidak berniat membayarnya niscaya Allah musnahkan hartanya”.

Oleh karena itu, orang yang berhutang wajib mengembalikan pinjaman bila telah jatuh tempo pelunasan. Dan bagi yang mampu melunasi haram hukumnya menunda-nunda pembayaran, Rasulullah bersabda:

 “Orang kaya yang menunda melunasi hutangnya adalah zalim”. HR. Bukhari.

PEMBUKUAN HUTANG

Disunatkan mencatat hutang dan memanggil saksi untuk menjaga hak dan kewajiban kedua pihak, dan menutup kemungkinan terjadinya sengketa tentang ukuran, jenis dan tempo pembayaran, Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu)”.

(Al Baqarah: 282).

OBJEK QARDH

Segala sesuatu yang boleh diperjual-belikan boleh dijadikan objek qardh, seperti: uang, makanan, pakaian, mobil dan lain-lain.

Hal ini mencakup:

  1. Mitsliyyat, yaitu: harta yang satuannya tidak berbeda dengan lainnya dari sisi nilai, seperti: uang, kurma, gandum dan besi.
  2. Qimiyyat, yaitu: harta yang satuannya berbeda dengan lainnya dari sisi nilai, seperti: hewan ternak, properti dan lain-lain. Berdasarkan hadist yang menjelaskan bahwa nabi meminjam unta.
  3. Manafi’ (jasa), seperti: menempati sebuah rumah. Menurut Ibnu Taimiyah, boleh meminjamkan jasa, seperti: seseorang membantu temannya panen dan giliran dia yang panen teman juga ikut membantu, atau ia mempersilahkan temannya tinggal dirumahnya dengan imbalan dia tinggal di rumah temannya.

BUNGA DALAM QARDH (PINJAMAN)

Para ulama sepakat bahwa persyaratan memberikan nominal tambahan diluar pinjaman untuk kreditur hukumnya haram dan termasuk riba, baik tambahan nilai, seperti: memberikan pinjaman Rp.500.000,- dengan syarat pengembalian Rp. 550.000,-, atau tambahan kwalitas, seperti: memberikan pinjaman mata uang rupiah dengan syarat pengembalian dalam bentuk mata uang dolar, maupun tambahan jasa, seperti: memberikan pinjaman uang kepada seseorang dengan syarat dia meminjamkan mobilnya kepada pemberi pinjaman selama 1 minggu.

Karena tujuan utama transaksi qardh adalah belas kasihan dan mengharap ganjaran dari Allah, maka jika pihak kreditur memberikan persyaratan tambahan dari nilai pinjaman hilanglah tujuan asal transaksi ini, membuat transaksi ini menjadi tidak sah, serta akad qardh berubah menjadi transaksi untuk mengejar laba.

Ibnu Abdul Barr berkata,” setiap nilai tambah diluar pinjaman walau dalam bentuk jasa yang diberikan kepada kreditur adalah riba, sekalipun segenggam makanan ternak dan hukumnya haram jika disyaratkan dalam akad”.

Ibnu Munzir berkata,” para ulama sepakat bahwa persyaratan yang dibuat oleh pihak pemberi pinjaman agar penerima pinjaman memberikan nilai tambah atau hibah atas pinjaman adalah riba.

HADIAH YANG DIBERIKAN DEBITUR KEPADA KREDITUR SEBELUM HUTANG DILUNASI

Hadiah yang diberikan debitur kepada kreditur sebelum hutang dilunasi dan kreditur tidak berniat memotong hutang debitur seharga hadiah atau memberikan imbalan yang lain maka tidak dibolehkan, kecuali sebelum transaksi qardh berjalan mereka telah saling bertukar hadiah. Namun, jika sebelumnya mereka telah terbiasa dan sering bertukar hadiah maka hadiah pada masa kredit dibolehkan.

Hal ini disebabkan agar pemberian hadiah tidak menjadi sarana penambahan nilai pinjaman, atau sarana yang digunakan debitur agar kreditur mengulur tempo pembayaran.

Berdasarkan hal di atas, maka hadiah yang diberikan oleh bank kepada para nasabah pemilik rekening koran, seperti: jam tangan, telepon genggam dan lain-lain tidak dibolehkan karena hakikat simpanan pada rekening ini adalah qardh (pinjaman).

KEBAIKAN DENGAN MAKSUD UNGKAPAN TERIMAKASIH SAAT MENGAMBALIKAN PINJAMAN

Debitur dianjurkan mengembalikan pinjaman dengan sesuatu yang lebih baik, umpamanya: dia meminjam sebanyak Rp.100.000,- dan mengembalikan Rp.110.000,- atau dia mengembalikan Rp.100.000,- ditambah sebotol parfum. Dengan catatan tambahan tersebut diberikan saat pelunasan hutang atau sesudahnya dan tambahan tersebut tidak disebutkan dalam akad qardh baik secara tertulis maupun tidak.

KEWAJIBAN PENGEMBALIAN HUTANG

Debitur wajib mengembalikan hutang yang sama jenis, jumlah dan kwalitasnya dengan pinjaman. Jika seseorang memberikan pinjaman berupa uang tunai rupiah kemudian nilai tukarnya berubah (turun/naik) maka kewajiban debitur hanyalah mengembalikan mata uang yang sama sekalipun nilai tukarnya turun.

Misalnya Pak Edi meminjam uang Pak Joko sebanyak 10 juta rupiah yang akan dikembalikan dalam jangka 1 tahun. Saat meminjam, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Rp.9.000, maka kewajiban Pak Edi adalah mengembalikan 10 juta rupiah sekalipun nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah atau menguat saat pembayaran. Wallahu A’lam.@

Prepared by Sofiandi

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *